Popular Posts

Teori-teori Perkembangan

Pengertian Perkembangan
Perkembangan adalah suatu proses perubahan yang berlangsung secara teratur dan terus-menerus, baik perubahan itu karena bertambahnya jumlah atau ukuran dari hal-hal yang telah ada, maupun perubahan karena timbulnya unsur-unsur yang baru. Perkembangan meliputi perkembangan fisik, perkembangan emosi, perkembangan kognitif, perkembangan psikososial (Harlimsyah, 2007). E.B Hurlock mengartikan perkembangan sebagai rangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman, dan terdiri atas serangkaian perubahan yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Dalam penegertian lain, Santrock Ussen (1992) menjelaskan bahwa perkembangan merupakan pola perkembangan individu yang berawal pada masa konsepsi dan berlangsung sepanjang hayat dan bersifat involusi.
Perkembangan tidak sama dengan pertumbuhan. Pertumbuhan adalah suatu proses bertambahnya jumlah sel tubuh suatu organisme yang disertai dengan pertambahan ukuran, berat, serta tinggi yang bersifat irreversible (tidak dapat kembali pada keadaan semula). Pertumbuhan lebih bersifat kuantitatif, dimana suatu organisme yang dulunya kecil menjadi lebih besar seiring dengan pertambahan waktu.

Contohnya :
Tinggi anak pada usia 5 tahun 125 cm menjadi 155 cm pada usia 15 tahun
Bayi yang beratnya 5 kg berubah menjadi 6,5 kg
Perkembangan adalah suatu proses differensiasi, organogenesis dan diakhiri dengan terbentuknya individu baru yang lebih lengkap dan dewasa. Perkembangan meliputi perkembangan fisik, perkembangan emosi, perkembangan kognitif, perkembangan psikososial.
Contohnya :
Pematangan sel ovum dan sperma
Anak yang dahulu suka menangis jika dimarahi, setelah dewasa tidak lagi menampakkan tangisannya
Dalam proses perkembangan, beberapa ahli mengelompokkan menurut fase/tahap perkembangan yang dialami oleh invidu.
Tahap-tahap Perkembangan
A.    Menurut Jean Piaget  
Jean Piaget mengemukakan teori perkembangan berdasarkan pada perubahan kemampuan kognitif individu. Secara umum kognitif diartikan kemampuan atau potensi intelektual yang terdiri dari tahapan: pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesa, dan evaluasi. Teori Kognitif menekankan pada proses atau upaya untuk mengoptimalkan kemampuan aspek rasional yang dimiliki seseorang.
Piaget membagi perkembangan kognitif individu ke dalam empat periode utama:
1.       Periode sensorimotor
Menurut Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga dorongan untuk mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk melalui diferensiasi refleks bawaan tersebut. Periode sensorimotor adalah periode pertama dari empat periode. Piaget berpendapat bahwa tahapan ini menandai perkembangan kemampuan dan pemahaman spatial / persepsi penting dalam enam sub-tahapan :
a. Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan berhubungan terutama dengan refleks.
b. Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan.
c. Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan.
d. Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan sampai duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda (permanensi objek).
e. Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas sampai delapan belas bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru untuk mencapai tujuan.
f. Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan tahapan awal kreativitas.
      2.  Tahapan praoperasional
Pemikiran (Pra) Operasi dalam teori Piaget adalah prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini, anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda.
Tahapan pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor dan muncul antara usia dua sampai enam tahun. Dalam tahapan ini, anak mengembangkan keterampilan berbahasanya melalui intuisi. Anak memiliki pikiran yang sangat imajinatif di saat ini dan menganggap setiap benda yang tidak hidup pun memiliki perasaan.
       3. Tahapan operasional konkrit
Tahapan ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antara usia enam sampai duabelas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang memadai.
Proses-proses penting selama tahapan operasional konkrit adalah :
·         Pengurutan—kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil.
·         Klasifikasi—kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan)
·         Decentering—anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi.
·         Reversibility—anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.
·         Konservasi—memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain.
·         Penghilangan sifat Egosentrisme—kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Ujang memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Siti kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Siti akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang.
4. Tahapan operasional formal
Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas) dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada “gradasi abu-abu” di antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial.

B.     Menurut Sigmund Freud
Freud melihat dunia psikologis sebagai suatu rangkaian ketegangan yang saling bertentangan, seperti ketegangan antara ke-diri-an dan masyarakat, serta ketegangan dalam diri yang berusaha untuk dilepaskan. Yang mendasari ketegang-ketegangan ini, menurut Freud, adalah energi seksual, atau libido. Energi psikis ini menjadi dasar dorongan atau motivasi. Sebelum Freud berusaha menempatkan seksualitas ke dalam kerangka kerja ilmiah, dorongan seksual di luar nikah tidak dianggap sehat atau normal. 
Freud menyatakan bahwa manusia melalui lima tahapan perkembangan, dan bahwa di setiap tahapan kita mangalami kesenangan di salah satu bagian tubuh lebih daripada bagian tubuh yang lain. Kepribadian dewasa kita, menurut Freud, ditentukan oleh cara kita menyelesaikan konflik antara sumber kesenanganawal ini-mulut, anus, dan kelamin-dan tuntutan kenyataan. Jika kebutuhan akan kesenangan pada setiap tahap tidak terpuaskan atau malah terlalu terpuaskan, seseorang dapat terfiksasi, atau terkunci, pada tahapan perkembangan tersebut.   
Tahap Oral
Kesenangan bayi terpusat pada mulut.
Tahap Anal
Kesenangan anak terfokus pada anus.
Tahap Phallic
Kesenangan anak terfokus pada kelamin.
Tahap Latency
Anak menekan keinginan seksual dan mengembangkan keterampilan sosial dan intelektual.
Tahap Genital
Saat kebangkitan seksual, sumber kesenangan seksual menjadi seseorang di luar keluarga.
Lahir-1½ tahun
1½-3 tahun
3-6 tahun
6Th-Masa Puber
Masa Puber dst

1.      Tahap Oral
Tahap ini terjadi pada 18 bulan pertama kehidupan, dimana perkembangan bayi terpusat di sekitar mulut. Mengunyah, mengisap, dan menggigit adalah sumber kesenangan bayi. Bayi terdorong untuk memuaskan nafsu lapar dan dahaga mereka, dan mereka beralih ke payudara ibu atau botol susu untuk dapat memenuhi nafsu ini, begitu juga dengan rasa aman dan kesenangan yang diperoleh dari pengasuhan. Ketika bayi harus berhenti menyusu, keadaan ini akan menciptakan konflik antara keinginan untuk tetap merasa aman dalam ketergantungan dan kebutuhan biologis dan psikologis untuk diberhentikan menyusu. Ini adalah salah satu saat di mana terjadi konflik antara id dan ego. Beberapa bayi dengan mudah menyelesaikan konflik ini dan mengalihkan energi psikoseksual (libido) mereka pada tantangan ini. Namun beberapa bayi memiliki kesulitan dalam menghadapi peralihan ini. Menurut psikoanalisis, bayi-bayi semacam itu tetap ingin diasuh dan dirawat ibunya, dan menjaga mulut mereka tetap penuh dengan zat-zat yang mereka inginkan. Secara teknis mereka telah terfiksasi pada tahap oral (oral stage).
2.      Tahap Anal
Pada tahap ini kesenangan terbesar anak melibatkan anus atau fungsi pembuangan yang dihubungkan dengannya. Dalam pandangan Freud, latihan otot anal menurunkan ketegangan. Sang anak yang berusia dua tahun, mengikuti dorongan id, mendapat kesenangan melalui kelegaan-pengurangan tekanan-yang ia rasakan setelah buang air besar. Namun orang tua ingin mengendalikan orang tua kapan dan dimana sang anak buang air besar. Dengan kata lain, orang tua menginginkan agar larangan masyarakat mengenai buang air yang tidak pada tempatnya bisa terukir dalam superego anak. Apabila seorang anak dari kecil sudah terbiasa menahan feses, dan mereka tetap mempertahankan kebebasan mereka untuk bertindak, maka pola-pola tersebut akan bertahan seumur hidup menurut teori psokoanalisis. Orang-orang yang terfiksasi pada tahap anal (anal stage) semacam itu mendapat kepuasan besar melalui pergerakan usus besar. Secara psikologis, orang-oarang yang terfiksasi pada tahap anal menyukai humor-humor kasar (bathroomhunor), atau membuat berantakan-termasuk membuar berantakan hidup orang lain. Atau mereka dapat terlalu peduli pada kerapian, sikap hemat, keteraturan, dan pengorganisasian. Orang-orang yang anal retentif (yang belajar untuk terlalu menahan feses mereka) dapat tumbuh menjadi orang yang sangat pelit. Orang-orang seperti ini juga sering memiliki sifat pasif-agresif.
3.      Tahap Phallic
Tahap ini terjadi antara antara umur 3 samapia 6 tahun; namanya diambil dari bahasa Latin phallus, yang artinya “penis”. Selama tahap ini, kesenangan anak terfokus pada alat kelamin saat anak laki-laki dan perempuan menyadari bahwa manipulasi diri itu mnyenangkan. Karena pada tahap phallic ini enegri seksual dipusatkan pada alat kelamin. Anak-anak dapat mengeksplorasi alat kelamin mereka dan dan melakukan masturbasi, namun masturbasi secara terbuka tidak diterima secara sosial. pada banyak keluarga, masturbasi secara sembunyi-sembunyi juga dilarang oleh para orang tua, yang mungkin mengancam anak-anak mereka dengan hukuman berat. Pada tahap ini, anak-anak juga memusatkan diri pada perbedaan pria dan wanita. Pada umur enam tahun, sebagian besar anak mempunyai identitas gender yang cukup mantap. Yang menjadi pusat pada masa ini adalah teori Freud mengenai Oedipus-kompleks.
§  Oedipus complex
Menurut Freud, tahap phallic memiliki kepentingan khusus dalam perkembangan kepribadian karena pada tahap inilah Oedipus complex muncul. Oedipus complex menurut teori Freud, adalah perkembangan anak mengenai keinginan yang kuat untuk mengganti orang tua yang berjenis kelamin saama dan menikmati kasih sayang orang tua yang berjenis kelamin berbeda. Cara menentukan Oedipus complex ialah pada anak berusia sekitar 5 sampai 6 tahun, anak ayah dan ibu mereka dapat menghukum mereka karena keinginan mereka yang bersifat incest. Untuk mengurangi konflik ini, anak mengidentifikasi diri dengan ayah atau ibu mereka, berjuang untuk menjadi seperti mereka. Jika konflik ini tidak terpecahkan, individu akan terfiksasi di tahap phallic.
§  Penis Envy
Harus diperhatikan bahwa dengan penekanan Freud pada seksualitas sebagai faktor utama pembentuk kepribadian, akan masuk akal jika anak perempuan akan sangat merasa prihatin akan tidak adanya alat kelamin yang terlihat jelas. Menurut pemikiran ini, anak perempuan mengembangkan perasaan rendah diri dan kecemburuan, fenomena yang dinamakan penis envy (rasa iri akan penis).

4.      Tahap Latency
Tahap ini terjadi antara sekitar usia 6 tahun hingga masa puber. Selama periode ini, anak menekan seluruh minat seksual dan mengembangkan keterampilan sosial dan intelektual. Aktivitas ini mengarahkan banyak energi anak ke dalam bidang yang aman secara emosional dan membantu anak melupakan konflik tahap phallic yang sangat menekan. Freud tidak melihat adanya perkembangan psikoseksual yang penting selama masa ini, dan karena itu ia menyebutnya sebagai tahap laten (latency period). Tahun-tahun ini adalah masa di mana anak belajar berteman, dan mengembangkan kebiasaan belajar dan bekerja. Masalah-masalah semacam itu tidak dapat dengan mudah dijelaskan oleh motivasi tidak sadar dan dorongan seksual.
Pada tahun-tahun sebelum pubertas (antara umur enam dan sebelas tahun), kelenjar adrenal mulai berkembang, dan terdapat lonjakan pertumbuhan bersamaan dengan terjadinya perubahan dalam hormon-hormon yang distimulasi oleh kelenjar adrenal. Tidak aneh jika ketertarikan seksual telah muncul pada anak kelas empat, jauh sebelum induvidu mencapai kematangan seksual.  
5.      Tahap Genital
Tahapan ini terjadi mulai dari masa puber dan seterusnya. Tahap genital adalah saat kebangkitan seksual; sumber kesenangan didapat dari seseorang yang berada di luar keluarga. Freud percaya bahwa konflik yang tidak terpecahkan dengan orang tua muncul selama masa remaja. Jika konflik tersebut dapat dipecahkan, seseorang mampu mengembangkan hubungan cinta yang matang dan mampu bertindak secara mandiri sebagai orang dewasa.
Jika seseorang berhasil melewati begitu banyak tantangan pada masa awal kanak-kanak dan masih memiliki energi seksual yang cukup (artinya, tanpa terjadinya fiksasi yang kuat), seharusnya ia memiliki hidup yang cukup normal, yang didominasi oleh tahap genital (genital stage).  Dengan kata lain, Freud berpendapat bahwa jika seseorang tidak terperangkap atau terjebak dalam tahap perkembangan sebelumnya, masa remaja menandai dimulainya kehidupan dewasa dengan kenormalan hubungan seksual, pernikahan, dan pengasuhan anak.
Perubahan hormon tiba-tiba terjadi pada masa pubertas, dan remaja berjuang untuk menjadi mandiri. Banyak konflik terjadi pada masa pubertas, namun sepertinya tidak terkait erat dengan perkembangan psikoseksual pada masa bayi dan kanak-kanak. Pada tahap genital, perhatian seharusnya dialihkan dari masturbasi ke hubungan heteroseksual. Penyimpangan apapun (misalnya, melajang, tidak memiliki anak, homosesual, dan perilaku seksual lainnya) dianggap sebagai kecacatan dan tidak alamiah.
C.    Menurut Erik Erikson
Teori Erik Erikson tentang perkembangan manusia dikenal dengan teori perkembangan psiko-sosial. Teori perkembangan psikososial ini adalah salah satu teori kepribadian terbaik dalam psikologi. Seperti Sigmund Freud, Erikson percaya bahwa kepribadian berkembang dalam beberapa tingkatan. Salah satu elemen penting dari teori tingkatan psikososial Erikson adalah perkembangan persamaan ego. Persamaan ego adalah perasaan sadar yang kita kembangkan melalui interaksi sosial. Menurut Erikson, perkembangan ego selalu berubah berdasarkan pengalaman dan informasi baru yang kita dapatkan dalam berinteraksi dengan orang lain. Erikson juga percaya bahwa kemampuan memotivasi sikap dan perbuatan dapat membantu perkembangan menjadi positif, inilah alasan mengapa teori Erikson disebut sebagai teori perkembangan psikososial.
Ericson memaparkan teorinya melalui konsep polaritas yang bertingkat/bertahapan. Ada 8 (delapan) tingkatan perkembangan yang akan dilalui oleh manusia. Menariknya bahwa tingkatan ini bukanlah sebuah gradualitas. Manusia dapat naik ketingkat berikutnya walau ia tidak tuntas pada tingkat sebelumnya. Setiap tingkatan dalam teori Erikson berhubungan dengan kemampuan dalam bidang kehidupan. Jika tingkatannya tertangani dengan baik, orang itu akan merasa pandai. Jika tingkatan itu tidak tertangani dengan baik, orang itu akan tampil dengan perasaan tidak selaras.
Dalam setiap tingkat, Erikson percaya setiap orang akan mengalami konflik/krisis yang merupakan titik balik dalam perkembangan. Erikson berpendapat, konflik-konflik ini berpusat pada perkembangan kualitas psikologi atau kegagalan untuk mengembangkan kualitas itu. Selama masa ini, potensi pertumbuhan pribadi meningkat. Begitu juga dengan potensi kegagalan.
Tahap 1. Trust vs Mistrust (percaya vs tidak percaya)
  • Terjadi pada usia 0 s/d 18 bulan
  • Tingkat pertama teori perkembangan psikososial Erikson terjadi antara kelahiran sampai usia satu tahun dan merupakan tingkatan paling dasar dalam hidup.
  • Oleh karena bayi sangat bergantung, perkembangan kepercayaan didasarkan pada ketergantungan dan kualitas dari pengasuh kepada anak.
  • Jika anak berhasil membangun kepercayaan, dia akan merasa selamat dan aman dalam dunia. Pengasuh yang tidak konsisten, tidak tersedia secara emosional, atau menolak, dapat mendorong perasaan tidak percaya diri pada anak yang di asuh. Kegagalan dalam mengembangkan kepercayaan akan menghasilkan ketakutan dan kepercayaan bahwa dunia tidak konsisten dan tidak dapat di tebak.
Tahap 2. Otonomi (Autonomy) VS malu dan ragu-ragu (shame and doubt)
· Terjadi pada usia 18 bulan s/d 3 tahun
  • Tingkat ke dua dari teori perkembangan psikososial Erikson ini terjadi selama masa awal kanak-kanak dan berfokus pada perkembangan besar dari pengendalian diri.
  • Seperti Freud, Erikson percaya bahwa latihan penggunaan toilet adalah bagian yang penting sekali dalam proses ini. Tetapi, alasan Erikson cukup berbeda dari Freud. Erikson percaya bahwa belajar untuk mengontrol fungsi tubuh seseorang akan membawa kepada perasaan mengendalikan dan kemandirian.
  • Kejadian-kejadian penting lain meliputi pemerolehan pengendalian lebih yakni atas pemilihan makanan, mainan yang disukai, dan juga pemilihan pakaian.
  • Anak yang berhasil melewati tingkat ini akan merasa aman dan percaya diri, sementara yang tidak berhasil akan merasa tidak cukup dan ragu-ragu terhadap diri sendiri.
Tahap 3. Inisiatif (Initiative) vs rasa bersalah (Guilt)
· Terjadi pada usia 3 s/d 5 tahun.
· Selama masa usia prasekolah mulai menunjukkan kekuatan dan kontrolnya akan dunia melalui permainan langsung dan interaksi sosial lainnya. Mereka lebih tertantang karena menghadapi dunia sosial yang lebih luas, maka dituntut perilaku aktif dan bertujuan.
· Anak yang berhasil dalam tahap ini merasa mampu dan kompeten dalam memimpin orang lain. Adanya peningkatan rasa tanggung jawab dan prakarsa.
· Mereka yang gagal mencapai tahap ini akan merasakan perasaan bersalah, perasaan ragu-ragu, dan kurang inisiatif. Perasaan bersalah yang tidak menyenangkan dapat muncul apabila anak tidak diberi kepercayaan dan dibuat merasa sangat cemas.
· Erikson yakin bahwa kebanyakan rasa bersalah dapat digantikan dengan cepat oleh rasa berhasil.
Tahap 4. Industry vs inferiority (tekun vs rasa rendah diri)
· Terjadi pada usia 6 s/d pubertas.
· Melalui interaksi sosial, anak mulai mengembangkan perasaan bangga terhadap keberhasilan dan kemampuan mereka.
· Anak yang didukung dan diarahkan oleh orang tua dan guru membangun peasaan kompeten dan percaya dengan ketrampilan yang dimilikinya.
· Anak yang menerima sedikit atau tidak sama sekali dukungan dari orang tua, guru, atau teman sebaya akan merasa ragu akan kemampuannya untuk berhasil.
· Prakarsa yang dicapai sebelumnya memotivasi mereka untuk terlibat dengan pengalaman-pengalaman baru.
· Ketika beralih ke masa pertengahan dan akhir kanak-kanak, mereka mengarahkan energi mereka menuju penguasaan pengetahuan dan keterampilan intelektual.
· Permasalahan yang dapat timbul pada tahun sekolah dasar adalah berkembangnya rasa rendah diri, perasaan tidak berkompeten dan tidak produktif.
· Erikson yakin bahwa guru memiliki tanggung jawab khusus bagi perkembangan ketekunan anak-anak.
Tahap 5. Identity vs identify confusion (identitas vs kebingungan identitas)
· Terjadi pada masa remaja, yakni usia 10 s/d 20 tahun
· Selama remaja ia mengekplorasi kemandirian dan membangun kepakaan dirinya.
· Anak dihadapkan dengan penemuan siapa mereka, bagaimana mereka nantinya, dan kemana mereka menuju dalam kehidupannya (menuju tahap kedewasaan).
· Anak dihadapkan memiliki banyak peran baru dan status sebagai orang dewasa –pekerjaan dan romantisme, misalnya, orangtua harus mengizinkan remaja menjelajahi banyak peran dan jalan yang berbeda dalam suatu peran khusus.
· Jika remaja menjajaki peran-peran semacam itu dengan cara yang sehat dan positif untuk diikuti dalam kehidupan, identitas positif akan dicapai.
· Jika suatu identitas remaja ditolak oleh orangtua, jika remaja tidak secara memadai menjajaki banyak peran, jika jalan masa depan positif tidak dijelaskan, maka kebingungan identitas merajalela.
· Namun bagi mereka yang menerima dukungan memadai maka eksplorasi personal, kepekaan diri, perasaan mandiri dan control dirinya akan muncul dalam tahap ini.
· Bagi mereka yang tidak yakin terhadap kepercayaan diri dan hasratnya, akan muncul rasa tidak aman dan bingung terhadap diri dan masa depannya.
Tahap 6. Intimacy vs isolation (keintiman vs keterkucilan)
· Terjadi selama masa dewasa awal (20an s/d 30an tahun)
· Erikson percaya tahap ini penting, yaitu tahap seseorang membangun hubungan yang dekat dan siap berkomitmen dengan orang lain.
· Mereka yang berhasil di tahap ini, akan mengembangkan hubungan yang komit dan aman.
· Erikson percaya bahwa identitas personal yang kuat penting untuk mengembangkan hubungan yang intim. Penelitian telah menunjukkan bahwa mereka yang memiliki sedikit kepakaan diri cenderung memiliki kekurangan komitemen dalam menjalin suatu hubungan dan lebih sering terisolasi secara emosional, kesendirian dan depresi.
· Jika mengalami kegagalan, maka akan muncul rasa keterasingan dan jarak dalam interaksi dengan orang.
Tahap 7. Generativity vs Stagnation (Bangkit vs Stagnan)
· Terjadi selama masa pertengahan dewasa (40an s/d 50an tahun).
· Selama masa ini, mereka melanjutkan membangun hidupnya berfokus terhadap karir dan keluarga.
· Mereka yang berhasil dalam tahap ini, maka akan merasa bahwa mereka berkontribusi terhadap dunia dengan partisipasinya di dalam rumah serta komunitas.
· Mereka yang gagal melalui tahap ini, akan merasa tidak produktif dan tidak terlibat di dunia ini.
Tahap 8. Integrity vs depair (integritas vs putus asa)
· Terjadi selama masa akhir dewasa (60an tahun)
· Selama fase ini cenderung melakukan cerminan diri terhadap masa lalu.
· Mereka yang tidak berhasil pada fase ini, akan merasa bahwa hidupnya percuma dan mengalami banyak penyesalan.
· Individu akan merasa kepahitan hidup dan putus asa
· Mereka yang berhasil melewati tahap ini, berarti ia dapat mencerminkan keberhasilan dan kegagalan yang pernah dialami.
· Individu ini akan mencapai kebijaksaan, meskipun saat menghadapi kematian.
C. Perbandingan Sigmund Freud
Erikson adalah pengembang teori Freud dan mendasarkan kunstruk teori psikososialnya dari psiko-analisas Freud. Kalau Freud memapar teori perkembangan manusia hanya sampai masa remaja, maka para penganut teori psiko-analisa (freudian) akan menemukan kelengkapan penjelasan dari Erikson, walaupun demikian ada perbedaan antara psikosexual Freud dengan psikososial Erikson. Beberapa aspek perbedan tersebut dapat dilihat di bawah ini:
Freud
Erikson
Perenan/fungsi id dan ketidaksadaran sangat penting
Peran/fungsi ego lebih ditonjolkan, yang berhubungan dengan tingkah laku yang nyata.
Hubungan segitiga antara anak, ibu dan ayah menjadi landasan yang terpenting dalam perkembangan kepribadian.
Hubungan-hubungan yang penting lebih luas, karena mengikutsertakan pribadi-pribadi lain yang ada dalam lingkungan hidup yang langsung pada anak. Hubungan antara anak dan orang tua melalui pola pengaturan bersama (mutual regulation).
Orientasi patologik, mistik karena berhubungan dengan berbagai hambatan pada struktur kepribadian dalam perkembangan kepribadian.
Orientasinya optimistik, kerena kondisi-kondisi dari pengaruh lingkungan sosial yang ikut mempengaruhi perkembang kepribadian anak bisa diatur.
Timbulnya berbagai hambatan dalam kehidupan psikisnya karena konflik internal, antara id dan super ego.
Konflik timbul antara ego dengan lingkungan sosial yang disebut: konflik sosial.







Daftar pustaka
Jhon W. Santrock, Life-Span Development, University of Texas at Dallas, 1995
Joko Winarto. 2011. “Teori Perkembangan Kognitif Jean Peaget dan Implementasinya dalam Pendidikan”. http://edukasi.kompasiana.com. Diakses pada 28 Agustus 2011. 14:39:23 WIB.
Pertiwi, Cahyaning Citra. 2011. “Perbedaan Pertumbuhan dengan Perkembangan”.  http://edukasia.kompasianan.com. Diakses pada 02 September 2011. 11:19:43 WIB.
Sarlito W Sarwono, Berkenalan dengan Aliran-aliran dan Tokoh Psikologi, Bulan Bintang, Jakarta, 2002
Singgih D. Gunarsa, Dasar dan Teori Perkembangan Anak, Gunung Mulia, Jakarta, 1990
Sumber lain:
http://pengantarpendidikan.files.wordpress.com/2011/01/perkembangan-peserta-didik.pdf
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-septianawi-5158-2-bab1.pdf
< >

Tidak ada komentar: